Kenaikan harga minyak ditambah kenaikan tarif listrik bagi pelanggan R2 (2.200-6.600 volt ampere), R3 (di atas 6.600 VA), B2 dan P-1 (6.600-200 kilovolt ampere), serta P-3 (di atas 6.600 VA) sangat memukul industri warnet karena biaya operasional membengkak. "Bukan hanya tekstil yang penghasilannya turun seperti diberitakan, warnet juga," kata Judith.
Segunung laporan dari pengusaha warnet sampai ke telinga Judith. Semuanya berharap Asosiasi membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun, Asosiasi, kata dia, belum bisa berbuat banyak. "Kalau tarif bandwidth yang naik, kami bisa cari alternatif, tapi kalau tarif listrik, kami bisa apa?"
Dia mencontohkan seorang pengusaha warnet di Ciputat, yang kini sedang "panas-dingin" lantaran biaya listrik untuk warnetnya meningkat tiga kali lipat, padahal jumlah pemakaiannya sama. Dari semula Rp 2,7 juta, membubung menjadi Rp 9 juta per bulan. "Kalau begini terus, bisa gulung tikar," ucap Lubis.
Selain itu, dia mengaku banyak menerima protes seputar adanya pemadaman listrik bergilir di beberapa daerah, yang kian menggencet usaha warnet. Kasihan pengusaha warnet, katanya, memang biaya operasionalnya turun, tapi sayang pendapatan juga ikut melorot.
Sebagai tindak lanjut, Judith menambahkan, selama tiga bulan ke depan pihaknya akan mengumpulkan data dan laporan dari anggota Asosiasi di berbagai daerah mengenai kendala yang mereka hadapi. Setelah terkumpul, semuanya akan disampaikan kepada PLN. "Kami usahakan
negosiasi tarif khusus atau potongan harga bagi warnet," ujarnya. IG WIDI NUGROHO
KAmi hanya bisa medoakan agar usaha-usaha yang dilakukan untuk kebaikan para pengusaha warnet dapat terlaksana dan mendapatkan hasil yang baik pula. beribu terimakasih. ...
0 komentar:
Posting Komentar